Cahayapendidikan.com – Teori belajar Humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran.
Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar.
Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri.
Sehingga Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.
Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar,
maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia
yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia.
Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat sangat eklektik.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya.
Dalam arti ini eklektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya.
Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yaitu memanusiakan manusia.
Sehingga perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi.
Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan.
Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannya yang eklektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar
dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, di antaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam peserta didik,
Hubermas dengan “Tiga macamtipe belajar”, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”.
Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
Sehingga Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan,
sehingga sukar menerjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkrit dan praktis.
Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik
mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal,
manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri.
Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran.
Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan
berkembang.
Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas,
sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.
Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional,
namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep- konsep, taksonomi-taksonomi tujuan
yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia.
Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi,
pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat,
sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan,
serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk peserta didik, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi peserta didik.
Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik.
Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri.
Maka peserta didik akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Pada teori humanistik, guru diharapkan tidak hanya melakukan kajian bagaimana dapat mengajar yang baik,
namun kajian mendalam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik.
Jigna dalam jurnal CS Canada (2012) menekankan bahwa “To learn well, we must
give the students chances to develop freely”.
Pernyataan ini mengandung arti untuk menghasilkan pembelajaran yang baik, guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang secara bebas.
Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan pendidikan tradisional.
Pada pendidikan modern, peserta didik menyadari hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran, hal ini menunjukkan hubungan dua arah antara guru dan peserta didik.
Sementara itu, dalam pendidikan tradisional Proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk mengetahui informasi melalui buku teks,
memahami informasi yang mereka dapatkan tersebut dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik.
Sedangkan dalam pendidikan modern, peserta didik memanfaatkan teknologi untuk membuat kognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih menarik dan lebih berwarna.
Pada penerapan teori humanistik ini adalah hal yang sangat baik bila guru dapat membuat hubungan yang kuat
dengan peserta didik dan membantu peserta didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas.
Dalam proses pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran.
Inti dari pembelajaran humanistik adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk
berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.
Sumber: Modul Belajar Mandiri Calon Guru – Pedagogi, Dirjen GTK Kemdikbud.