Cahayapendidikan.com – Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh.
Proses pencapaiannya melalui pembelajaran sejumlah mata pelajaran yang dirangkai sebagai suatu kesatuan yang saling mendukung pencapaian kompetensi tersebut.
Apabila pada jenjang SD/MI semua mata pelajaran digabung menjadi satu dan disajikan dalam bentuk tema-tema, maka pada jenjang SMP/MTs pembelajaran sudah mulai dipisah-pisah menjadi mata pelajaran.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
PKKn dirancang untuk menghasilkan siswa yang memiliki keimanan dan akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sehingga dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan bertanggung jawab.
Pembahasannya secara utuh mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirancang berbasis aktivitas terkait dengan sejumlah tema kewarganegaraan
yang diharapkan dapat mendorong siswa menjadi warga negara yang baik melalui kepedulian terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya.
Kepedulian tersebut ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan diri siswa.
Kompetensi yang dihasilkan tidak lagi terbatas pada kajian pengetahuan dan keterampilan penyajian hasil dalam bentuk karya tulis,
tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan sikap dan tindakan nyata yang mampu dilakukan oleh tiap siswa.
Dengan demikian akan terbentuk sikap cinta dan bangga sebagai bangsa Indonesia.
Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas VIII memiliki empat kompetensi inti dan 24 kompetensi dasar.
Setiap kompetensi inti mempunyai kedudukannya masing-masing, yaitu:
Komptensi inti 1:
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
Kompetensi inti 2:
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri,
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Kompetensi inti 3:
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan pro-sedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
Kompetensi inti 4:
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat)
dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Tujuan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga-negaraan (PPKn)
Secara umum, tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga-negaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah mengembangkan potensi peserta didik dalam seluruh dimensi kewarganegaraan, yakni:
(1) sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic committment, and civic responsibility);
(2) pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge);
(3) keterampilan kewarga-negaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility).
Secara khusus, tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi tersebut sehingga peserta didik mampu:
1) menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial;
2) memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
4) berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam berbagai tatanan sosial kultural.
Pada kesempatan ini admin akan berbagi materi Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Materi PPKn Kelas 8.
Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
Mengapa harus ada hukum dalam pergaulan hidup manusia?
Kita mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai keinginan dan terkadang kala keinginan itu berbeda-beda.
Apabila tidak ada suatu yang dijadikan pedoman dalam mewujudkan keinginan-keinginan tersebut, hal yang terjadi adalah benturan-benturan.
Supaya kehidupan dapat berjalan dengan aman dan tertib, diperlukan adanya peraturan hidup. Peraturan hidup itu disebut norma.
Pengertian Peraturan Perundang-undangan Nasional
Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) ”Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang berlaku.
Hukum dijadikan panglima, segala sesuatu harus atas dasar hukum.
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional.
Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam
rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mewujudkan sistem hukum nasional, pasal 22 A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
”Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.”
Untuk menjabarkan ketentuan pasal 22 A tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun, materi undang-undang tidak hanya mengatur tentang undang-undang saja, tetapi memuat juga peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 memiliki pengertian peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Hukum memiliki berbagai bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Namun hukum tertulis dalam kehidupan saat ini memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kepastian hukum.
Meskipun demikian, hukum tidak tertulis tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu hukum yang mengikat masyarakat.
Contoh bentuk peraturan perundang-undangan misalnya, tata tertib sekolah, peraturan di lingkungan rumah tangga, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang.
Bagaimanakah Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan?
Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih jelas sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-undangan.
Karena sebagai hukum dasar, UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus di taati.
Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan,
dan merupakan hukum tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Secara historis, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR.
Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis.
Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis.
Dan nengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang memiliki kedudukan yang sederajat.
DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR sebagai berikut.
a. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
c. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.
b. DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
d. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.
a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
b. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.
c. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.
d. Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undang-undang.
4. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan.
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut.
a. Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh ke-menterian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
c. Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai berikut.
a. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah non-kementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Per-aturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c. Pengesahan dan penetapan oleh presiden.
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah per-atur an perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur.
Perda dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah.
Perda tidak boleh ber tentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada gubernur secara tertulis.
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan perda Provinsi.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Perda Provinsi
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat di-usulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan ran-cangan perda kepada bupati/wali kota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati /walikota membahas Rancang an Perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan ber sama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Apabila rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis.
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Baca juga:
1. Tata urutan Perundangan di Indonesia
2. Menampilkan Sikap Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Demikian ulasan materi terkait Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, semoga bermanfaat.
Bagi anda yang menginginkan artikel terbaru dari Cahayapendidikan.com. silahkan klik padaNotify me of new post by emailyang ada di bawah artikel.