Cahayapendidikan.com – Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang IPS Kelas-8 K13.
Wilayah Indonesia sangat luas, kekayaan melimpah, dan kaya akan berbagai budaya, kondisi inilah yang menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain datang ke Indonesia.
Hubungan dagang dan interaksi budaya merupakan contoh hubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa asing.
Adanya hubungan dengan bangsa-bangsa asing tidak hanya berdampak positif, tetapi juga negatif.
Salah satu dampak negatif hubungan Indonesia dengan bangsa asing adalah terjadinya penjajahan pada masa lalu.
Penjajahan menyebabkan penderitaan bangsa Indonesia dan telah menyebabkan perubahan dalam aspek geografi, sosial, budaya, dan politik.
Rakyat di berbagai daerah berusaha mengusir penjajah dari bumi pertiwi, tetapi seringkali gagal. Bangsa Indonesia sadar bahwa perlawanan di berbagai daerah gagal mengusir penjajah karena kurangnya persatuan dan kesatuan.
Pada awal abad XX, bangsa Indonesia menemukan strategi baru perjuangan kemerdekaan, yakni melalui organisasi pergerakan nasional.
Pergerakan nasional merupakan perjuangan mencapai kemerdekaan dengan organisasi modern dan melalui berbagai cara.
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tonggak penting gerakan persatuan nasional.
Semangat persatuan dan tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dikabulkan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
Telah kita pelajari bersama bahwa selama masa penjajahan, bangsa Indonesia mengalami penjajahan oleh bangsa Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang.
Lalu bagaimanakah reaksi masyarakat Indonesia terhadap para penjajah? Sudah barang tentu mereka melawan.
Berikut ini kita akan pelajari lebih lanjut perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang IPS Kelas-8 K13
1) Sultan Baabullah Mengusir Portugis
Konflik antara kerajaan di Indonesia dan persekutuan/kongsi dagang Barat terjadi sejak para kongsi dagang menunjukkan kecongkakannya.
Penyebab utamanya adalah Portugis menghalang-halangi perdagangan Banda dengan Tidore.
Portugis menembaki jung-jung (perahu) dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore, sehingga terjadi perlawanan terhadap Portugis.
Rakyat Maluku sadar bahwa Portugis hanya akan merusak perdamaian, dan Sultan Hairun berhasil menyatukan rakyat dan mengobarkan perlawanan pada tahun 1565.
Portugis terus terdesak oleh gempuran tentara kerajaan yang didukung rakyat, sehingga Portugis menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun.
Pada tahun 1570, bertempat di Benteng Sao Paolo, terjadi perundingan antara Sultan dan Portugis.
Namun, pada saat perundingan berlangsung tanpa disangka-sangka tiba-tiba Portugis menangkap Sultan Hairun dan pada saat itu juga membunuhnya.
Kelicikan dan kejahatan Portugis tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Maluku. Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun) dengan gagah melanjutkan perjuangan ayahandanya dengan memimpin perlawanan.
Pada saat bersamaan, Ternate dan Tidore bersatu melancarkan serangan terhadap Portugis, akhirnya pada tahun 1575, Portugis berhasil diusir dari Ternate.
Tahun 1605 Portugis berhasil diusir oleh VOC dari Ambon, kemudian menyingkir ke Timor Timur/Timor Leste dan melakukan kolonisasi di tempat itu.
2) Perlawanan Aceh
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka.
Saat itu, Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit, dan wilayah Kerajaan Aceh telah sampai di Sumatra Timur dan Sumatra Barat.
Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan.
3) Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur”
Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa di Sulawesi Selatan. Suatu ketika, Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Bone (Arung Palaka) berselisih paham.
Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC memberikan dukungan kepada raja Bone, sehingga Bone menang saat perang dengan Gowa tahun 1666.
Sultan Hassanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Perjanjian Bongaya adalah perjanjian antara Sultan Hasanuddin dan VOC. Isi dari perjanjian Bongaya sebagai berikut.
a) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
b) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
c) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar;
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Sultan Hasanuddin sangat ditakuti Belanda karena ketangguhannya melawan Belanda sehingga disebut sebagai “Ayam Jantan dari Timur”.
4) Serangan Mataram terhadap VOC
Semula Mataram dengan Belanda terjalin hubungan yang baik, sehingga Belanda diizinkan mendirikan benteng gudang (loji) untuk kantor dagang di Jepara pada tahun 1615.
Sebagai imbalannya Belanda memberikan dua meriam untuk Kerajaan Mataram.
Perselisihan antara Mataram dan Belanda terjadi karena nafsu monopoli Belanda. Pada tanggal 8 November 1618, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan van der Marct menyerang Jepara.
Peristiwa tersebut memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda. Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan penyerangan terhadap kedudukan VOC di Batavia.
Searangan Mataram Ke Batavia
Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso, yang tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628.
Selanjutnya, menyusul pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul, dan kedua bersaudara yaitu Kiai Dipati Mandurejo dan Upa Santa.
Serangan pertama ini mengalami kegagalan karena:
1. kurangnya perbekalan;
2. Mataram kurang matang dalam strategi pertempuran;
3. Persenjataan Belanda jauh lebih modern dibandingkan tentara Mataram.
Mataram segera mempersiapkan serangan kedua, dengan pimpinan Kyai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purbaya. Persiapan dilakukan dengan lebih matang.
Gudang-gudang dan lumbung persediaan makanan didirikan di berbagai tempat. Setelah semua persiapan selesai, pengepungan secara total terhadap Batavia pun dilakukan.
Namun, serangan kedua ini pun gagal, karena faktor kelemahan yang sama seperti pada serangan pertama.
serta lumbung padi persediaan makanan banyak dihancurkan Belanda sehingga semakin memperlemah kekuatan Mataram.
Pada tahun 1799, terjadi peristiwa penting dalam sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia.
VOC dinyatakan bangkrut hingga dibubarkan, dengan demikian keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di Indonesia berakhir.
Semua utang piutang dan segala milik VOC di Indonesia diambil alih pemerintah Hindia Belanda.
Baca Juga:
1. Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat
2. Kedatangan Bangsa-bangsa Barat ke Indonesia
3. Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan
4. Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa
6. Pengaruh Sistem Tanam Paksa
7. Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Demikian ulasan Materi Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang IPS Kelas-8 K13 Revisi Terbaru, semoga bermanfaat.
Bagi anda yang menginginkan artikel terbaru dari Cahayapendidikan.com. silahkan klik padaNotify me of new post by emailyang ada di bawah artikel.